Pajak, Exactly You are Terrible Thing


 

 

 

I just wanna stay away from you,
But how? You’re such a ghost that can be ignored
Exactly, you’re terrible thing!

Tergelitik sekali ingin menulis tentang pajak, khususnya PPN (Pajak Pra-Nikah) hehe bukan, bukan! PPN kepanjangan dari Pajak Pertambahan Nilai.

Menurut pakar PPN, Untung Sukardji, (yang saya kutip dari vivanews) pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor objektif, yang disebut taatbestand. Istilah tersebut mengacu kepada keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan objek pajak. Sampai sini mbulet? Pasti iya kalau bukan orang perpajakan! Tapi it’s Ok lah, kata Imam Syafii kalau dalam belajar itu tidak mau mendapatkan kesusahan, berarti siap-siap untuk menjalani kebodohan di sepanjang sisa hidupnya 🙂

Selanjutnya kata Pak Untung,
“PPN sebagai pajak objektif dapat diartikan sebagai kewajiban membayar pajak oleh konsumen yang terdiri atas orang pribadi atau badan, dan tidak berkorelasi dengan tingkat penghasilan tertentu. Siapapun yang mengonsumsi barang atau jasa yang termasuk objek PPN, akan diperlakukan sama dan wajib membayar PPN atas konsumsi barang atau jasa tersebut.”

Saya pertebal tulisan yang sangat menarik hati saya sebagaimana seorang laki-laki yang cerdas, kaya raya, jujur dan tidak sombong bisa memikat hati seorang wanita. S-I-A-P-A-P-U-N I-T-U! Sederhanya, siapa loeh, mau model kaya Cinta Laura atau anak jalanan beli permen merk apapun itu, pasti kena yang namanya PPN. Titik! Nggak usah protes!

Image

Jadi, Negara ini memberlakukan pajak tanpa pandang bulu! Semuanya saja dikenakan pajak! Khususnya PPN. Orang sudah capek-capek seharian cari duit, terus beli roti di [merk sari tit tit tit] dia otomatis akan disuruh mbayar PPN (yang biasanya sudah dimasukkan dalam hitung-hitungan harga jual produk), beli pulsa elektrik dikenai PPN (beli sayur aja yang tidak pakai PPN!). Tiap kepala orang Indonesia menanggung beban pajak, sehingga menjadi hal yang wajar jika iklan-iklan pajak sekarang digemparkan. Menurut mereka (artis yang ada dalam iklan), “Gak mbayar pajak, gak gaul!”

Dan tahukah Anda sodara-sodara, penyumbang pajak terbesar salah satunya adalah dari PPN. Oleh karena itu, setiap kepingan uang yang kita keluarkan selama ini sekian persennya lari ke pajak. Teorinya, pajak digunakan untuk pembiayaan keperluan yang sifatnya umum, seperti jalan, jembatan, sekolah dsb. Namun faktanya, sebagaimana yang sudah dipaparkan oleh Mudrajad Kuncoro (Guru Besar Ekonomi UGM)”

“Di banyak daerah, 58 persen dana APBD dihabiskan untuk aparatur pemerintahan. Bahkan, bagi daerah pemekaran, 95 persen dana APBD untuk aparatur,” (Dirjen Pajak, 2012).

Dan uang pajak yang selama ini didapatkan dari setiap kepala warga Negara Indonesia, hanya sekitar 7% yang masuk ke APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

Nah, sisanya ke mana? Saya rasa setiap dari kita bisa menjawabnya. Ya, buat kepentingan pejabat sendiri!

Kita harus mulai terbiasa dengan fakta ini (terbiasa jangan diartikan harus membiarkan begitu saja). Mulai sekarang kita harus membuka mata, mengontemplasikan setiap pemikiran yang kita adopsi, dan mempertanyakan “Sudah benarkah apa yang selama ini saya pahami?”

Jadi, pajak sebenarnya untuk siapa? Benarkah Negara ini tidak bisa hidup tanpa pajak? Dan bagaimana Islam memandang pajak? Tentu akan sangat bijak jika kita bisa mengais ilmu lebih dalam lagi.
Pertanyaan-pertanyaan ini akan saya coba jawab dalam tulisan berikutnya..insyaallah jika Allah masih kasih kesempatan itu.

Sampai sini, kita harus mau mengakui bahwa hingga kini kita masih dikibuli.
Surabaya, 28 September 2012 [19.59 wib]
Meyra Kaha